KOTA SORONG – Permasalahan tanah antara marga Kalawaisa dengan marga Mubalus akhirnya berakhir. Itu terjadi setelah dilakukan Sidang Adat Suku Moi yang dipimpin Ketua Dewan Adat Sub Suku Moi Kelin, Mathius Osok dan Ketua Peradilan Adat Moi, Sipai Abner Bisulu.
Sidang Adat Suku Moi yang dilaksanakan dua kali yakni 14 Desember 2024 dan 19 Pebruari 2025 di Saoka. Hasilnya telah diserahkan kepada Ketua LMA Malamoi, Silas Ongge/Kalami di kediamannya oleh keluarga besar Kalawaisa.
Ketua Dewan Adat Sub Suku Moi Kelin, Mathius Osok seusai menyaksikan penyerahan hasil keputusan Sidang Adat Suku Moi mengatakan, persoalan batas tanah antara marga Kalawaisa dan Marga Mubalus sudah diselesaikan melalui sidang adat yang dilakukan secara terbuka di Saoka dan tertutup di dalam hutan.
“Kami sebagai perwakilan Sub Suku Moi Kelin sebelum menyelesaikan persoalan tapal batas harus mendapat ijin atau perintah dari Ketua Dewan Adat 7 suku, barulah kami melakukan sidang terbuka. Selain mendapat ijin dari Ketua Dewan Adat 7 suku kami sebelumnya mengirimkan tim pencari fakta untuk mengecek informasi keberadaan kedua marga yang berselisih mulai dari asal-usul hingga peninggalan leluluhur, namun salah satu marga tidak hadir,” ujar Ketua Sub Suku Moi Kelin.
Lanjut Mathius, setelah melakukan pengumpulan data dan mengundang pihak-pihak yang berselisih namun yang hadir hanya Marga Kalawaisa. Meskipun sudah 9 kali pemanggilan namun suku lainnya tidak hadir juga sehingga Dewan Adat Sub Suku Kelin tidak dapat melakukan dan menghasilkan keputusan yang menyatakan bahwa tanah adat seluas kurang lebih 2.354 Hektar mulai dari Saoka hingga Arteri yang berbatasan dengan marga Kalagison Kabanolo, Mobilala Kabanolo, Kalami Klaglas serta Kalasuat-Osok.
Sementara Ketua Peradilan Adat, Sipai Abner Bisulu menyampaikan bahwa hingga pelaksanaan sidang terbuka salah satu pihak yang berselisih tidak hadir sehingga dilanjutkan dengan sidang tertutup yang dilaksanakan di dalam hutan adat.
Hasilnya bahwa tanah yang berada di Saoka hingga Arteri adalah sah milik Marga Kalawaisa. “Saya selaku Ketua Peradilan Adat Moi menyampaikan bahwa apa yang sudah ditetapkan dalam siang adat baik terbuka maupun tertutup tidak dapat dibatalkan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun kecuali Tuhan Sang Pencipta. Karena dalam sidang tertutup yang dilakukan di hutan bukan meminta petunjuk dari Tuhan Sang Pencipta, jadi siapa yang coba-coba melanggar akan mati,” tegas Sipai Abner Bisulu.
Disampaikan Sipai Abner Bisulu, dalam pembuktian terkait dengan sejarah, Marga Mubalus berasal dari daerah Maladofok yang datang dan tinggal di Saoka bersama dengan Marga Kalawaisa sebagai pemilik sah atau petuanan di Saoka.
Sementara Ketua LMA Malamoi, Silas Ongge/Kalami menguncapkan terima kasih kepada keluarga besar marga Kalawaisa. Dikatakan Silas, LMA Malamoi dalam bekerja harus sesuai dengan hasil musyawarah besar suku Moi (Sabalo) tahun 2023 yang tertuang dalam AD/ART.
“Setelah saya mengikuti penjelasan dari hakim-hakim adat yang melaksanakan sidang bahwa sudah melakukan sidang tertutup, maka sesuai dengan adat dan tradisi Suku Moi apa yang diputuskan dalam sidang tertutup adalah sah yang tidak dapat diganggu gugat dalam bentuk apapun,” tegas Silas.
Silas berharap semua yang mengaku diri sebagai Suku Moi harus dapat menghargai hukum adat, karena di dalam hukum adat apa yang dikatakan benar adalah benar dan salah adalah salah. Karena semua itu akan dipertanggung jawabkan bukan saja kepada manusia tetapi bertanggungjawab terlebih kepada Tuhan.
Sedangkan Keluarga besar Kalawaisa yang diwakili Yohana Kalawaisa yang didampingi Isak Kalawaisa dan Samuel Kalawaisa menegaskan pihaknya menolak siapapun yang mengklaim sebagai pemilik tanah di Saoka. Sesuai hasil sidang adat baik terbuka maupun tertutup bahwa penilik tanah yang sah dari Saoka sampai Arteri adalah Marga Kalawaisa.
“Kami keluarga besar marga Kalawaisa dengan tegas menolak pihak-pihak yang menyatakan bahwa tanah di wilayah Saoka sampai Arteri milik mereka,” tegas Yohana Kalawaisa.
Penulis: Jason