SORONG-Nelayan Kabupaten Sorong tak lagi ingin bergantung pada bengkel. Saat mesin tempel mogok di tengah laut, mereka harus bisa bertindak. Itulah semangat yang dibawa dalam pelatihan teknis dua hari di Sorong, Papua Barat Daya.
Bunyi tifa menggema pelan di ruang pertemuan Kelim, Hotel Aimas. Wakil Bupati Sorong, Ahmad Sutedjo, memukulnya sebagai tanda dimulainya pelatihan. Di hadapannya, belasan nelayan dari kampung-kampung pesisir duduk menatap layar presentasi. Mereka meninggalkan laut untuk sementara demi mempelajari ulang sumber penghidupan mereka mulai dari perahu fiber hingga mesin tempel Yamaha 15 PK.
Pelatihan bertajuk Bimbingan Teknis Penangkapan Ikan dan Perbaikan Perahu Fiber serta Mesin Tempel ini diselenggarakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sorong pada 30–31 Juli 2025. Teori dilangsungkan di Hotel Aimas, praktik dilakukan di Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong. Sebanyak 30 peserta hadir, mayoritas adalah nelayan kecil yang selama ini mengandalkan bengkel atau bantuan jika mesin tempel mogok di laut.
“Kalau rusak, mereka harus tahu apa yang harus dilakukan,” ujar Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sorong, Bekti Giri.
Wakil Bupati Sorong, Ahmad Sutedjo, dalam sambutannya menegaskan bahwa pelatihan ini adalah bentuk komitmen nyata Pemerintah Kabupaten Sorong dalam memberdayakan nelayan kecil. “Kabupaten Sorong memiliki potensi sumber daya alam serta keunggulan komparatif dan kompetitif. Maka, nelayan yang tinggal di pesisir pantai menjadi sasaran penting program pemberdayaan, guna menopang perekonomian pedesaan dan mendukung peningkatan produksi perikanan,” kata Sutedjo.
Menurutnya, sektor perikanan tangkap adalah salah satu tulang punggung ekonomi daerah. Namun, keberhasilan sektor ini bergantung pada kualitas sumber daya manusia, terutama para nelayan. “Kami percaya, nelayan kita di pesisir sebenarnya sudah paham mesin. Hanya saja, secara teknis mereka masih butuh penguatan. Karena itu pelatihan ini hadir sebagai solusi,” ujarnya.
Sutedjo juga menyinggung perlunya pelatihan khusus untuk perahu fiber. Ia bahkan mencontohkan para perajin dari Nganjuk, daerah yang tidak memiliki laut tapi mampu membuat perahu fiber. “Kalau orang Nganjuk saja bisa bikin perahu, seharusnya masyarakat kita yang tinggal di pesisir bisa lebih mampu. Ini potensi yang harus digarap serius,” katanya. Ia mendorong agar ke depan ada pelatihan untuk membuat perahu fiber, bukan hanya memperbaikinya.
Pelatihan ini tidak hanya menyentuh aspek teknis. Enam materi inti diberikan, mulai dari pengelolaan penangkapan ikan yang efisien, keselamatan kerja di laut, pemahaman cuaca, hingga pentingnya asuransi nelayan. Metode pelatihan dirancang interaktif menggabungkan ceramah, diskusi kelompok, studi kasus, dan praktik langsung.
Para peserta juga dibekali peralatan teknis seperti set kunci, gerinda, dan suku cadang mesin tempel. Tujuannya,agar ilmu tak berhenti di kelas, melainkan langsung diterapkan di lapangan.
“Nelayan harus paham bahwa efisiensi dan keselamatan kerja bukan teori semata. Itu menyangkut hidup dan mati,” ujar salah satu instruktur.
Pelatihan ini didanai dari anggaran otonomi khusus (Otsus) Papua 2025 sebesar 1,25 persen, khusus untuk sektor pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerintah Kabupaten Sorong tampaknya mulai bergeser dari pola bantuan menuju penguatan kapasitas.
Hasil awal cukup menggembirakan. Para peserta mulai memahami prosedur keselamatan kerja, bisa melakukan perbaikan ringan, dan menunjukkan semangat kolaboratif yang mulai tumbuh. Mereka juga menyadari pentingnya efisiensi operasional sebagai bagian dari keberlanjutan usaha.
“Setelah pelatihan ini, kami harapkan ilmu yang didapat bisa langsung diimplementasikan dalam aktivitas penangkapan ikan,” tutur Ahmad Sutedjo di akhir sambutannya.
Penulis: Andre R