Thursday, October 2, 2025
Google search engine
HomeEkonomi & BisnisRealitas Getir di Balik Janji Manis Investasi Sawit, DPR Papua Barat Daya...

Realitas Getir di Balik Janji Manis Investasi Sawit, DPR Papua Barat Daya Bakal Evaluasi

SORONG – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Gabungan Komisi DPR Papua Barat Daya, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten Sorong, dan Lembaga Masyarakat Adat Malamoi awal Juni lalu menjadi forum terbuka yang membongkar realitas getir di balik janji-janji manis investasi sawit.

Para legislator menemukan kenyataan memprihatinkan. Pemilik lahan adat hanya menerima imbalan Rp100 ribu per hektare per bulan dari perusahaan perkebunan sawit.

Perusahaan diduga melakukan pengukuran sepihak, tanpa pelibatan masyarakat adat. Bahkan, tanah-tanah tersebut dijadikan agunan modal oleh perusahaan tanpa transparansi atau pembagian manfaat yang jelas. Masalah makin pelik karena sebagian besar tenaga kerja berasal dari luar daerah, sementara masyarakat adat hanya menjadi buruh lepas atau malah tak terlibat sama sekali.

“Kami ingin tahu, CSR-nya ke mana? Apa masyarakat adat dapat rumah, beasiswa, atau bantuan pendidikan? Jangan hanya jadi catatan di laporan keuangan,” tegas Zeth Kadakolo, Ketua Komisi I DPR Papua Barat Daya.

Kondisi lingkungan di sekitar perkebunan juga memperlihatkan gambaran buram tentang praktik industri yang disebut-sebut “ramah lingkungan.” Saat anggota DPR melakukan inspeksi langsung ke lokasi salah satu perusahaan sawit di Kabupaten Sorong, bau menyengat limbah menyeruak menusuk hidung. Pengelolaan limbah terlihat dilakukan secara serampangan tanpa pertimbangan lingkungan.

“Ini jelas sangat merugikan. Bukan hanya warga sekitar, tapi juga mencemari sungai dan tanah yang seharusnya dijaga untuk generasi mendatang,” ujar Edo Kondologit anggota DPRD Provinsi Papua Barat Daya yang melihat langsung pengelolaan limbah.

Meski perusahaan mengklaim telah menutup kebocoran limbah, kenyataan di lapangan membantah narasi tersebut. Limbah cair dan padat tidak dikelola dengan benar.

Situasi memanas setelah DPRD Provinsi Papua Barat Daya menerima surat resmi dari PT Fajar Surya Persada, yang mengajukan permohonan pengembangan industri pangan terpadu berbasis kelapa sawit dengan nilai investasi Rp 24 triliun. Permintaan lahan mencapai 98.824,97 hektare dan mencakup sejumlah distrik di Kabupaten Sorong dan Tambrauw mulai dari Seget, Salawati, hingga Sayosa dan Moisegen.

Perusahaan-perusahaan yang terlibat, antara lain PT Inti Kebun Sawit, PT Sorong Global Lestari, dan PT Omeli Makmur Subur, mengincar wilayah-wilayah yang sebagian besar merupakan tanah adat atau telah dikelola transmigran yang memiliki sertifikat.

“Ini bukan sekadar investasi. Ini pertaruhan atas hak hidup masyarakat adat, atas keutuhan tanah mereka yang disakralkan secara turun-temurun,” ujar Kadakolo di hadapan masayarakat adat.

Suara penolakan masyarakat adat terdengar nyaring dan tegas dalam pertemuan tersebut. Mereka menolak segala bentuk pengembangan sawit baru di atas tanah ulayat. Penolakan ini bukan tanpa dasar. Pengalaman masa lalu telah mengajarkan bahwa janji kesejahteraan kerap berujung pada eksploitasi dan peminggiran.

“Kami tidak akan menyerahkan satu hektare pun lagi. Cukup sudah sawit merampas hutan, sungai, dan mata pencaharian kami. Kami tidak mau anak cucu kami hidup di atas tanah yang kehilangan roh,” ujar salah satu tokoh adat Malamoi.

Legislator pun menyadari bahwa jika proyek sawit ini dilanjutkan tanpa kajian dan tanpa menghormati hak masyarakat adat, konflik horizontal tinggal menunggu waktu. Ketidakjelasan status lahan, pemalsuan persetujuan masyarakat, hingga absennya keterlibatan warga dalam perjanjian kerja bakal menjadi ledakan berbahaya.

DPR Provinsi Papua Barat Daya berkomitmen untuk membawa semua aspirasi ini ke meja kebijakan. Evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin lama dan moratorium izin baru menjadi dua opsi utama yang mengemuka.

“Kami tidak datang untuk merestui investasi. Kami datang untuk memastikan suara rakyat, khususnya masyarakat adat, tidak lagi dikesampingkan. Jangan ulangi luka lama,” pungkas Kadakolo.

Penulis: Andre R

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments