SORONG – Sebatang bambu dan sehelai kain merah, menutupi pintu kantor Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Kabupaten Sorong, di Jalan Sorong-Klamono, Distrik Aimas.
Itulah bentuk protes sunyi warga asli orang Moi, pemilik tanah yang kadang disisihkan dari panggung pemerintahan.
Adalah Musa Osok, tokoh adat Suku Moi, yang Rabu (18/06/25) memalang kantor BKDD. Ia datang tanpa pengawal, hanya ditemani empat rekannya. Tak ada amarah yang meledak, namun mereka tegas menyuarakan tuntutan di depan bangunan megah birokrasi yang selama ini dingin terhadap aspirasi mereka.
Di pagar kantor BKDD, mereka menempelkan pamflet yang bunyinya jauh dari basa-basi: “Orang Moi Minta Jabatan.” Lalu tuntutan tegas: “Palang akan dibuka jika Yahya Syufan ditunjuk sebagai Plt BKDD,” katanya
“Kami sudah cukup jadi penonton,” kata Musa Osok saat menyampaikan pernyataan kepada sejumlah pegawai yang hanya bisa menyaksikan dari balik jendela. “Kami ikut memilih bupati, kami ikut membangun Sorong. Tapi ketika bicara jabatan, kami tidak pernah dihitung,” lugas Musa.
Menurut Musa, sejak awal pelantikan bupati, masyarakat Moi telah menyusun proposal resmi agar anak-anak mereka bisa diakomodasi dalam jabatan struktural dan fungsional di pemerintahan. Namun proposal itu menguap begitu saja. “Kami tahu betul apa artinya diabaikan,” ucap Musa, nadanya getir.
Masyarakat adat, katanya, hanya dijadikan alat pengumpul suara saat pemilu, namun ditinggalkan begitu kursi empuk direbut.
“Bupati sekarang ini naik juga karena kami. Tapi lihat apa balasannya?” tanya Musa. “Kami diberi janji, bukan jabatan.”
Sekitar pukul 08.20 WIT, Musa dan rombongan meninggalkan lokasi tanpa keributan. Palang masih tergantung. Tuntutan mereka jelas: Kepala BKDD saat ini harus mundur, dan hanya akan dicabut jika Yahya Syufan figur yang mereka nilai layak dan mewakili orang Moi ditunjuk sebagai pelaksana tugas.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah Kabupaten Sorong terkait hal ini.
Penulis: Andre R