SORONG- Lapangan kantor RRI Sorong pada Kamis (4/9/2025) berubah menjadi ruang publik yang riuh. Ratusan warga, mayoritas ibu rumah tangga, rela berdesakan demi mendapatkan kebutuhan pokok murah dalam gelaran RRI Fest 2025 yang mengusung tagline “Lebih Hijau, Lebih Sehat, Lebih Berbudaya.”
Sejak pagi, lapak-lapak UMKM lokal menampilkan produk olahan pangan, kerajinan, hingga tanaman hias. Di sisi lain, panggung utama menjadi arena seni budaya: musik daerah berpadu dengan tarian tradisional. Namun magnet utama tetap pasar murah. Beras, minyak goreng, dan gula cepat habis diborong pengunjung.
“Kalau di pasar harganya sudah naik. Di sini lebih terjangkau, makanya kami datang ramai-ramai,” kata Yanti, ibu rumah tangga asal pasar bersama, sambil menenteng dua kantong belanja besar.
Fenomena itu mencerminkan kondisi rumah tangga di Sorong. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat Daya mencatat inflasi tahunan Juli 2025 mencapai 3,2 persen, dengan kelompok bahan pangan sebagai penyumbang utama. Lonjakan harga beras dan minyak goreng beberapa bulan terakhir membuat banyak keluarga tertekan.
RRI mencoba menjawab keresahan itu lewat pendekatan kultural. Direktur LPP RRI Sorong, Lee Maury, SE, M.MedKom, menegaskan bahwa festival ini bukan sekadar pesta tahunan. “RRI tidak hanya hadir di udara, tapi juga di darat bersama masyarakat. Festival ini menjadi wadah UMKM, panggung seni budaya, sekaligus solusi kebutuhan pokok,” ujarnya.
Menurut Lee, seluruh kegiatan dipadatkan sejak pagi hingga sore. Mulai dari donor darah, bazar murah, penanaman pohon, hingga pentas budaya. “Kami berkoordinasi dengan aparat keamanan, dan setelah dinyatakan kondusif, kegiatan bisa dilaksanakan. Ada UMKM kreatif yang sejak kemarin sudah menyiapkan tenda dan seragam, luar biasa partisipasinya,” katanya.
Ia juga menyoroti dukungan Bulog serta partisipasi komunitas. “Pasar murah ini bukan hanya RRI yang menggelar, ada juga institusi lain. Intinya bagaimana membantu masyarakat mendapatkan beras murah. Stok beras dari Bulog aman, jadi tidak perlu panik meski harga di pasar naik,” jelas Lee.
Tak hanya itu, festival juga memberi ruang bagi kelompok disabilitas. Anak-anak penyandang disabilitas tampil membacakan puisi di panggung, sekaligus dilibatkan dalam program siaran RRI sepanjang tahun. “Ini penting, agar mereka tidak sekadar tampil sekali, tapi terus berperan aktif dalam kegiatan RRI,” kata Lee.
Festival ini juga menekankan pesan lingkungan. Sebanyak 52 bibit pohon ditanam secara simbolis oleh Wakil Wali Kota Sorong bersama sejumlah pejabat daerah. Sisanya ditanam di pinggir jalan sekitar area kantor RRI. “Prinsipnya, kami ingin RRI Fest membawa semangat hijau, sehat, dan tetap berakar pada budaya lokal,” ujar Lee.
Tagline “Lebih Hijau, Lebih Sehat, Lebih Berbudaya” pun tak berhenti pada slogan. Panitia menyediakan area bebas plastik, layanan pemeriksaan kesehatan gratis, hingga workshop singkat pengolahan sampah organik.
Bagi warga, festival ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah jeda di tengah inflasi, ruang interaksi sosial, sekaligus cermin wajah Sorong hari ini berlapis antara kebutuhan primer dan gairah budaya urban.
Penulis: Andre R